Seyogiyanya
suatu rumah tentu ada penghuninya. Rumah yang indah nan bersih kalau tidak ada
penghuninya lama-kelamaan rumah tersebut akan terlihat kotor dan semacam rumah
rusak. Kalaupun ada penghuninya, mereka harus melukan aktivitas yang baik agar
rumah tersebut tetap indah dan bersih.
Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), adalah organisasi mahasiswa dan organisasi mahasiswa
Muslim tertua di Indonesia, dalam tulisan ini kita sebutkan ia sebagai “rumah”,
tempat berkumpulnya mahasiswa-mahasiswa Muslim sebagai kaum intelektual muda
Islam dengan segudang aktivitas yang menunjang keintelektualannya, sehingga
nantinya menjadi masyarakat yang maju.
Franz
Magnis Suseno, dalam bukunya yang berjudul Mencari
Makna Ke-Bangsaan mengatakan, “Dalam tahun-tahun terakhir ini (dari tahun
1960-an hingga 1990-an - peny), saya
makin banyak mengenal orang-orang muda dari HMI karena sering diundang ceramah,
pada umumnya tentang tema seperti Etika Politik, Kebudayaan, Agama dan Masa
Depan”. Lebih lanjut, dia mengatakan, “Bagi saya, HMI bukan sebuah nama saja,
melainkan salah satu ‘sekolah kader bangsa Indonesia’ yang saya kenal sebagai
terbuka, kritis, serta simpatik.”
Tentunya
kita sudah mengetahui, kader-kader HMI mempunyai segudang aktivitas di dalam
“rumah” maupun di luar “rumah”. Segudang aktivitas itupun, seperti
melaksanakan perkaderan atau pendidikan
(baik formal maupun informal), membaca, menulis, berdiskusi dan serta
tradisi-tradisi intelektual lainnya yang bertujuan untuk menunjang keintelektualannya
dengan ide-ide gagasan yang maju, kepribadiannya yang utuh dan sikapnya yang
baik.
Bagaimana
Pada Saat Ini ?
Ya...,
pertanyaan di atas perlu sekali untuk kita renungkan saat ini. Apakah segudang
aktivitas kita sebagai kader HMI saat ni menunjang untuk kemajuan intelektual
kita? Jangan sampai “rumah” kita yang indah dan bersih ini tak bepenghuni atau
berpenghuni tapi tidak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak bisa
menjaga keindahan dan kebersihan “rumah”.
Tradisi-tradisi
intelektual yang seperti kita sebutkan di atas harus tetap dipertahankan dan
ditingkatkan dalam menjawab tantangan masa depan. Ketika tradisi-tradisi
tersebut ditinggalkan, tentunya akan berdampak negatif pada kita sebagai kader
dan pada HMI sebagai rumah kaum intelektual muda Islam.
Sebagai
penutup, kembali penulis kutipkan tulisannya Franz Magnis Suseno dalam buku
yang sama, dia mengatakan bahwa HMI adalah “dapur” kader intelektual Islam di
Indonesia. Dia mengharapkan HMI harus memiliki gagasan-gagasan yang luas dan jauh
ke depan untuk bangsa Indonesia yang majemuk.[]
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
Baca juga artikel:
No comments:
Post a Comment